Month: January 2018

Waktu, Perasaan dan Keluhan

Harum semerbak aroma kopi cukup menyengat rongga hidung. Terselip obrolan – obrolan ringan tentang berbagai hal di antara kelompok kecil yang terbentuk secara tak sengaja. Irama pembicaraan yang menggema memunculkan berbagai macam warna : hitam, putih, kuning, jingga, merah marun. Muatan obrolan yang menggambarkan hati – hati sang empunya lidah. Keluhan, kegembiraan, fiksi, fakta, senang, sedih, tawa, tangis, marah, kesabaran, aktif, pasif silih berganti mengepul diudara, bercampur dengan aroma kopi yang sudah mulai dingin.

Manusia, kita, hidup di arena bulat yang disebut bumi dengan segala kontradiksinya. Zaman dengan bangga menyebut dirinya edan, gila, sinting. Sekelompok orang yang dibawah terik matahari sesuka hati menebang pohon – pohon, tatkala panas menyengat kepala, mereka berlindung dibawah pohon yang belum sempat ditebangnya.
Kumpulan orang yang membangun gedung gedung tinggi, namun melewatkan sisi kontras tenda dan gubuk kecil disekitarnya.
Berbagai macam orang yang membicarakan betapa berbahayanya CO2 dari asap kebakaran hutan dengan mulut mengepul, menghisap berbatang batang tembakau.
Orang orang yang mengeluh dengan keadaan yang memghimpit, pekerjaan yang membludak, penghasilan yang minim, keluhan yang digelontorkan pada sahabatnya yang tidak mempunyai pekerjaan.
Si miskin, sang empunya anak tunggal yang mengeluhkan betapa kerasnya bekerja sebagai pekerja kasar, kepada temannya yang bekerja sebagai staff sebuah kantor elit yang menanggung biaya membesarkan enam orang anak.
Tetangga yang membicarakan ungkapan simpati, empati dan rasa kasihan kepada kerabatnya yang baru wafat tanpa berpikir bahwa semua makhluk bernama manusia, termasuk mereka besok, lusa atau kapanpun bisa menyusulnya.
Anak yang mempunyai penghasilan ekonomi berlimpah, ilmu yang luas, menceramahi orang tuanya dengan bahasa yang hampir tak bisa dimengerti oleh wajah wajah sederhana.
Manusia manusia yang membicarakan kelemahan manusia lainnya, dalam raung ketidaksadaran bahwa ada kotoran diujung hidungnya.

Seruput kopi terakhir dari gelas yang mulai tampak dedak kopinya baru saja terlewati. Kebingungan memilih raut wajah antara senyum, getir atau datar ketika memikirkan kontradiksi yang Kita lewati setiap harinya.
Diantara raung mesin yang baru saja melintas, terngiang kata – kata Umar ibnu Khattab Radiallahu ‘anhu : “Aku tidak peduli dengan keadaan susah maupun senangku, karena aku tak tahu mana yang lebih baik antara keduanya.”

Waktu memang akan terus berjalan, menindas siapapun yang remeh terhadapnya. Kita semua menua, walau dalam kamus manusia umur masih tegolong muda. Sisi kontradiksi hidup akan kita lewati setiap Hari, membantu waktu untuk terus menggilas siapapun.
Tinggal kita memilih, berada si sisi gelap atau terang dari kontradiksi itu.

Namun yang pasti, Keluhan serta keangkuhan dan Syukur berada pada sisi yang berseberangan.

(Jakarta, Sabtu lewat tengah hari)